It’s A Place for Self-Reflection, The World of Words Expressing Limitless Thoughts, Imagination, and Emotions

Minggu, 25 November 2012

Perlukah Mendisiplinkan Siswa?


Belum lama ini Mendikbud M. Nuh memberikan toleransi kepada guru yang memberikan hukuman fisik kepada siswa selama hukuman fisik itu masih dalam batas wajar dan bertujuan untuk mendidik.

Selasa, 14 Juni 2011

Catatan Harian: Belajar Berjiwa Besar (1)


Much. Khoiri
Alangkah tidak sederhananya menerjemahkan ungkapan di atas dalam kehidupan sehari-hari. Perlu komitmen tinggi untuk mewujudkannya dalam setiap pikiran, ucapan, dan tindakan. Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana berjiwa besar.

Betapa tidak. Tugas-tugas silih berganti dan tidak ada habisnya. Hari-hari belakangan ini aku tak tega kalau tidak membantu mahasiswa bimbinganku mengejar deadline ujian skripsi mereka. Mau tak mau aku juga ikut melekan lembur membaca draft mereka, memberikan koreksi secukupnya, dan memberikan dorongan mental dan moral. Karena itu, di sela-sela tugas-tugas lain, bimbingan harus lancar.

Belum lagi kalau mahasiswa meminta aku untuk mendampingi mereka setiap waktu. Tak jarang mereka ber-sms, memengirim email, atau chatting lewat fesbuk—semuanya dalam rangka konsultasi skripsi mereka; bahkan masalah lain yang bersifat non-akademik. Dan jumlahnya tidak hanya satu, melainkan belasan!

Tugas-tugas lain seperti mengoreksi makalah, membuat bahan untuk profil universitas, dan mengedit buku (Al-Hikmah) juga harus jalan. Jika diukur-ukur, tugas-tugas ini terasa memberatkan—dan bahkan membebani. Akan tetapi, untuk komitmen terhadap tugas, semuanya harus aku kerjakan.

Belajar untuk menganggap tugas membimbing skripsi mahasiswa bukanlah masalah, kadang terasa berat, kendati secara umum kuanggap enteng dan riang. Bagaimana pun, aku harus berusaha. Aku pernah menulis arikel yang berjudul “Melayani (Semua) Mahasiswa dengan Amanah” (Majalah Unesa, April 2011), dan aku ingin konsisten mengamalkan apa yang pernah aku tulis: Membimbing skripsi itu bagian pelayanan mahasiswa, dan harus dilakukan dengan amanah.

Demikian pun dengan tugas-tugas lain. Aku ingin menganggap semua itu bukan masalah sama sekali. Tugas adalah tugas, dan tugas harus dilaksanakan. Itu konsekwensi sebuah profesi, dan aku memang sedang menekuni profesi ini. Aku yakin, setiap profesi, juga setiap ranah kehidupan lain, sebenarnya menuntut manusia untuk berani mengambil keputusan dan menerima konsekwensinya.

Hari ini aku belajar lagi untuk berjiwa besar. Jika aku berpikir punya masalah, aku pasti punya masalah; jika tidak berpikir demikian, aku akan merasakan tak punya masalah. Maksudnya, jika suatu masalah aku besar-besarkan, itu benar-benar menjadi malapetaka. Karena itu, masalah itu ingin kuanggap wajar-wajar saja.

Hari ini hidupku mengalir dengan indahnya. Kunikmati saja hari kedua bertugas menjaga SNMPTN 2011—apalagi kemudian mendapat insentif Rp. 340.000. Tidak besar jumlahnya (ada yang meledek “Yang besar pengabdian Anda.), namun aku terima saja dengan jiwa besar, wah ternyata yang mengedepan adalah rasa syukur: Alhamdulillah ada tambahan uang bensin.

Setelah ujian, aku masih bisa berbagi juga. Alhamdulillah, mahasiswa MKI berkonsultasi untuk etnografinya. Ada empat mahasiswa bimbingan skripsi yang harus aku bantu mengejar deadline—Mudah-mudahan bisa ujian pada minggu depan. Rata-rata bimbinganku hebat-hebat kali ini—minimal hebat semangatnya.

Selain itu, aku menjembatani dua teman dosen untuk menjadi juri lomba pidato bahasa Inggris di sebuah SMA pondok pesantren Kanjeng Sepuh, Sidayu, Gresik. Guru bahasa Inggris, A. Ghoffar, adalah alumni kita angkatan 1989—aku pernah mengajarnya ketika aku masih calon PNS alias capeg dulu. Kali ini beliau mengundangku untuk jadi juri, namun karena aku tidak bisa akibat jadwal yang bersamaan, aku mereferensikan dua orang dosen untuk “menggantikan” kehadiranku. What a real deal.

Aku bersyukur dalam-dalam. Menganggap “masalah” bukan sebagai masalah, ternyata membuat pikiran enteng dan hati tenteram. Aku bersyukur karena masih berkesempatan untuk belajar memaknai hakikat berjiwa besar.***

Surabaya, Rabu 01 Juni 2011

Rabu, 30 Maret 2011

TIGA JAGOAN POSMO: LYOTARD, DERRIDA, FOUCAULT (Part 3)


Michel Foucault

Politik Pengetahuan,
Episteme
Tata Wacana, dan
Kematian Manusia

Jumat, 25 Februari 2011

TIGA JAGOAN POSMO: LYOTARD, DERRIDA, FOUCAULT (Part 2)


Jacques Derrida
Membongkar Metafisika Kehadiran,
Membiarkan Perbedaan dan Ketidakpastian:
Refleksi Pemikiran Posmodernisme

Jumat, 11 Februari 2011

TIGA JAGOAN POSMO: LYOTARD, DERRIDA, FOUCAULT (Part 1)


Much. Khoiri
Pengantar
Posmodern ditandai perubahan budaya yang terjadi sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi. Perubahan yang luar biasa itu dianggap telah menyebabkan dasar-dasar pemikiran yang mendasari kebudayaan modern tetapi tidak lagi memadai bagi kebudayaan yang sedang tumbuh (posmodern).

Minggu, 30 Januari 2011

ANTONIO GRAMSCI dan KONSEP/TEORI HEGEMONI


Much. Khoiri
A. Riwayat Hidup Gramsci
Antonio Gramsci lahir di Ales, sebuah kota kecil di Sardinia, daerah miskin di Italia, pada 22 Januari 1891. Latar belakang pendidikan yang cukup dikenal, bahwa Gramsci memasuki perguruan tinggi setelah memenangkan beasiswa di Universitas Turin tahun 1911. I

Sabtu, 22 Januari 2011

CREATIVE WRITING: WHO CARES?


Much. Khoiri[1]
What do we talk about when we talk about creative writing? I intentionally address this question to lead our discussion based on the same concept. By ‘creative writing’ I mean to denote a kind of writing activity emphasizing on creation. (Creation is more highly ranked than both discovery and invention.)